BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupannya
setiap orang mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam. Untuk dapat memenuhi
kebutuhannya tersebut, kita dituntut untuk bekerja, baik bekerja sendiri dengan
membuka peluang usaha baru, berwirausaha ataupun juga bisa dengan bekerja
dengan orang lain. Pekerjaan yang diusahakan sendiri adalah bekerja atas usaha
modal dan tanggungjawab sendiri. Sedang bekerja pada orang lain adalah bekerja
dengan bergantung pada orang lain , yang memberikan perintah dan mengaturnya ,
karena itu ia harus tunduk dan patuh
pada orang lain yang memberikan pekerjaan tersebut.
Bila kita bekerja pada
orang lain, dan diterima sebagai karyawan pada suatu perusahaan. Berarti kita
sudah menjalankan hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan. Dengan adanya
hubungan pekerjaan, karyawan mempunyai hak dan tanggung jawab begitupula dengan
pihak perusahaan. Seperti halnya hidup, pengabdian dan tanggungjawab kita di
perusahaan juga pasti akan berakhir. Namun setiap orang yang bekerja memiliki
waktu pengabdian di perusahaan yang berbeda-beda,ada yang hingga batas
ketentuan yang telah disepakati, atau mungkin berakhir di tengah karier. Bagi
yang telah mencapai batas perjanjian, tentu saja tidaklah bermasalah. Namun
lain halnya dengan yang terpaksa harus berhenti ditengah masa kerjanya.
Pemutusan hubungan kerja sangatlah berpengaruh terhadap kondisi perekonomian
masyarakat yang sudah di PHK dari perusahaannya.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1)
Apa pengertian
dari Pemutusan Hubungan Kerja?
2)
Apa saja
sebab-sebab PHK?
3)
Apa saja
jenis-jenis PHK?
4)
Bagaimana
prosedur PHK?
5)
Apa saja
konsekuensi dari PHK?
6)
Apa saja
larangan terhadap PHK?
7)
Apa saja macam
dan persyaratan pensiun?
8)
Apa saja Macam
Kompensasi Bagi Pensiunan?
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri,
pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
Istilah pemutusan
hubungan kerja (PHK) (sparation) memiliki kesamaan dengan pemberhentian atau
pemisahan karyawan dari suatu organisasi. Para ahli pun memberikan pandangan
tersendiri terkait PHK. Menurut Tulus (1993), pemutusan hubungan kerja
(separation) adalah mengembalikan karyawan ke masyarakat. Sedagkan menurut
Hasibuan (2001) pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja seseorang
karyawan dengan suatu organisasi (perusahaan). Dari beberapa pegertian di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan
pemberhentian karyawan dari suatu perusahaan sehingga antara karyawan dan
perusahaan(organisasi) tidak ada hubungan lagi.
II.
Sebab-Sebab Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pasal 153 ayat 1
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyebutkan Pengusaha dilarang melakukan
pemutusan hubungan kerja dengan alasan :
1)
Pekerja/buruh
berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu
tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus,
2)
Pekerja/buruh
berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban terhadap negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
3)
Pekerja/buruh
menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya,
4)
Pekerja/buruh
menikah,
5)
Pekerja/buruh
perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya,
6)
Pekerja/buruh
mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh
lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,
7)
Pekerja/buruh
mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh,
pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam
kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau bedasarkan
ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama,
8)
Pekerja/buruh
yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha
yang melakukan tindak pidana kejahatan,
9)
Karena perbedaan
paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin,
kondisi fisik, atau status perkawinan,
10)
Pekerja/buruh
dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena
hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan
alasan sebagaimana dimaksud di atas batal demi hukum dan pengusaha wajib
mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan. (Husni, 2010)
Prinsip-prinsip dalam
pemutusan hubungan kerja adalah mengenai alasan dan mekanisme pemutusan
hubungan kerja. Maka alasan pemutusan hubungna kerja (PHK) antara lain sebagai
berikut:
1)
Undang-Undang
Undang-undang
dapat menyebabkan seseorang harus berhenti seperti karyawan WNA yang sudah
habis izinnya.
2)
Keinginan
Perusahaan
Perusahaan dapat memberhentikan karyawan secara
hormat ataupun tidak apabila karyawan melakukan kesalahan besar
3)
Keinginan
karyawan
Buruh
dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu karena alasan mendesak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
4)
Pensiun
Ketika
seseorang telah mencapai batas usia tertentu sesuai dengan peraturan perusahaan
yang disepakati.
5)
Kontrak kerja
berakhir
6)
Kesehatan
karyawan
Kesehatan
karyawan dapat dijadikan alasan pemberhentian karyawan. Ini bisa berdasarkan
keinginan perusahaan atau keinginan karyawan yang juga telah diatur berdasarkan
perundang-undangan ketenagakerjaan yang
berlaku.
7)
Meninggal dunia
8)
Perusahaan
dilikuidisasi
Karyawan
dilepas jika perusahaan dilikuidisasi atau ditutup karena bangkrut.
III.
Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Menurut Mangkuprawira Pemutusan Hubungan kerja (PHK)
ada 2 jenis, yaitu:
1.
Pemutusan Hubungan Kerja Sementara, yaitu sementara tidak bekerja dan pemberhentian
sementara.
·
Sementara tidak
bekerja
Terkadang
para karyawan butuh untuk meningglakan pekerjaan mereka sementara. Alasannya
bermacam-macam dapat berupa kesehatan, keluarga, melanjutkan pendidikan
rekreasi dan lain sebagainya. Keadaan ini disebut juga dengan cutipendek atau
cuti panjang namun karyawan tersebut masih memiliki ikatan dengan perusahaan
dan memiliki aturan masing-masing.
·
Pemberhentian
sementara
Berbeda
dengan sementara tidak bekerja pembertihan sementara memiliki alasan internal
perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan bisnis, misalnya kondisi moneter
dan krisis ekonomi menyebabkan perusahaan mengalami chaos atau karena siklus
bisnis. Pemberhentian sementara dapat meminimumkan di beberapa perusahaan
melalui perencanaan sumber daya manusia yang hati-hati dan teliti.
2.
Pemutusan Hubungan Kerja Permanen, ada tiga jenis yaitu:
·
Atrisi
atau pemberhentian tetap seseorang dari perusahaan secara tetap karena alasan
pengunduran diri, pensiun, atau meninggal. Fenomena ini diawali oleh pekerja
individual, bukan oleh perusahaan. Dalam perencanaan sumber daya manusia, perusahaan
lebih menekannkan pada atrisi daripada pemberhentian sementara karena proses
perencanaan ini mencoba memproyeksikan kebutuhan karyawan di masa depan.
·
Terminasi
adalah istilah luas yang mencakup perpisahan permanen karyawan dari perusahaan
karena alasan tertentu. Biasnya istilah ini mengandung arti orang yang dipecat
dari perusahaan karena faktor kedisiplinan. Ketika orang dipecat karena alasan
bisnis dan ekonomi. Untuk mengurangi terminasi karena kinerja yang buruk maka
pelatihan dan pengembangan karyawan merupakan salah satu cara yang dapat
ditempuh karena dapat mengajari karyawan bagaimana adapat bekerja dengan
sukses.
·
Kematian
dalam pengertian pada karyawan usia muda berarti kehilangan besar bagi
perusahaan, karena terkait dengan investasi yang dikeluarkan dalam bentuk
penarikan tenaga kerja, seleksi, orientasi, dan pelatihan.
Dapat disimpulkan jenis Pemberhentian hubungan kerja
(PHK) adalah:
1.
Pemberhentian
Hubungan Kerja (PHK) Sementara.
PHK
sementara dapat disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaan
dengan tujuan yang jelas.
2.
Pemberhentian
Hubungan Kerja (PHK) Permanen.
PHK
permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu Keinginan sendiri, Kontrak yang Habis,
Pensiun, Kehendak Perusahaan.
IV.
Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Permberhentian Hubungan
Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan dengan baik dan sesuai dengan
regulasi pemerintah yang masih diberlakukan. Namun karena terkadang
pemberhentian terkadang terjadi akibat konflik yang tak terselesaikan maka menurut
Umar (2004) pemecatan secara terpaksa harus sesuai dengan prosedur sebagai
berikut:
1)
Musyawarah
karyawan dengan pimpinan perusahaan.
2)
Musyawarah
pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
3)
Musyawarah
pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D.
4)
Musyawarah
pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P.
5)
Pemutusan
hubungan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
Kemudian menurut
Mutiara S. Panggabean Proses Pemberhentian hubungan kerja jika sudah tidak
dapat dihindari maka cara yang diatur telah diatur dalam Undang-undang No.12
tahun 1964. Perusahaan yang ingin memutuskan hubungan kerja harus mendapatkan
izin dari P4D (Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan jika ingin
memutuskan hubungan kerja dengan lebih dari sembilan karyawan maka harus dapat
izin dari P4P (Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat) selama izin belum
didapatkan maka perusahaan tidak dapat memutuskan hubungan kerja dengan
karyawan dan harus menjalankan kewajibannya.
Namun sebelum
pemberhentian hubungan kerja harus berusaha untuk meningkatkan efisiensi
dengan:
1)
Mengurangi shift
kerja
2)
Menghapuskan
kerja lembur
3)
Mengurangi jam
kerja
4)
Mempercepat
pension
5)
Meliburkan atau
merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara
V.
Konsekuensi Dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Dengan adanya
pemberhentian karyawan tersebut tentu sangat berpengaruh sekali terhadap
karyawan itu sendiri. Dengan
diberhentikan dari pekerjaannya maka berarti karyawan tersebut tidak dapat lagi
memenuhi kebutuhan secara maksimal untuk karyawan dan keluarganya. Atas dasar tersebut, maka manajer sumber daya
manusia harus sudah dapat memperhitungkan beberapa jumlah uang yang seharusnya
diterima oleh karyawan yang behenti, agar karyawan tersebut dapat memenuhi
kebutuhannya sampai pada tingkat dianggap cukup.Membuat perekonomian karyawan
itu sendiri menjadi kurang. Dan meningkatkan pengangguran di masyarakat.
Dalam hal perundingan
tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja
dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial. Permohonan penetapan pemutuskan hubungan
kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya. Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan
kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah
dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.
Pasal 156 UU
Ketenagakerjaan mengatur bahwa apabila terjadi PHK pengusaha diwajibkan
membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja/buruh. Perhitungan uanga
pesangon yang seharusnya diterima oleh pekerja/buruh ditetapkan sebagai
berikut:
·
masa kerja
kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah;
·
masa kerja 1
tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah;
·
masa kerja 2
tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah;
·
masa kerja 3
tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah;
·
masa kerja 4
tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah;
·
masa kerja 5
tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah;
·
masa kerja 6
tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah;
·
masa kerja 7
tahun atau lebih tetapi kurang darai 8 tahun, 8 bulan upah;
·
masa kerja 8
tahun atau lebih, 9 bulan upah.
Perhitungan uang penghargaan masa kerja yang
seharusnya diterima oleh pekerja/buruh
ditetapkan sebagai berikut:
·
masa kerja 3
tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah;
·
masa kerja 6
tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah;
·
masa kerja 9
tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah;
·
masa kerja 12
tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah;
·
masa kerja 15
tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan
upah;
·
masa kerja 18
tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah;
·
masa kerja 21
tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah;
·
masa kerja 24
tahun atau lebih, 10 bulan upah.
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh
pekerja/buruh meliputi:
·
cuti tahunan
yang belum diambil dan belum gugur;
·
biaya atau
ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh
diterima bekerja;
·
pengganti
perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus)
dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi
syarat;
·
hal-hal lain
yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama.
VI.
Larangan Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemerintah tidak
mengharapkan perusahaan melakukan PHK tercantun dalam Pasal 153 ayat (1)
Undang-Undang No. 13 Thaun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang menyatakan
pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan:
a.
Pekerja/buruh
berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu
tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus.
b.
Pekerja/buruh
berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban terhadap Negara
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
c.
Pekerja/buruh
menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
d.
Pekerja/buruh
menikah.
e.
Pekerja/burh
perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
f.
Pekerja/buruh
mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkakwinan dengan pekerja/buruh
lainnya di dalam 1 perusahaan, kecali telah diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau PKB.
g.
Pekerja/buruh
mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh
melakukan kegiatan serikat/pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di
dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB.
h.
Pekerja/buruh
yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha
yang melakukan tindak pidana kejahatan.
i.
Karena perbedaan
paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin,
kondisi fisik atau status perkawinan.
j.
Pekerja. Buruh
dalam keadaan cacat tetap, sakit akibar kecelakaan kerja, atau sakit karena
hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penembuhannya belum dapat dipastikan.
Pemensiunan
Sumber Daya Manusia/ Karyawan
Pensiun adalah
pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan, undang-undang, ataupun
keinginan karyawan sendiri. Keinginan perusahaan mempesiunkan karyawan karena
produktivitas kerjanya rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik,
kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan dan sebagainya.
Undang-Undang
mempensiunkan seseorang karena karena telah mencapai batas usia dan masa kerja
tertentu. Kemudian pensiun karena keinginan pegawai adalah pensiun atas
permintaan sendiri dengan mengajukan surat permohonan setelah mencapau masa
kerja tertentu, dan permohonannya dikabulkan oleh perusahaan.
VII.
Macam Dan Persyaratan Pensiun
Jenis Pensiun
·
Non Batas Usia
Pensiun (Non BUP);
·
Batas Usia
Pensiun (BUP), PNS yang telah mencapai BUP harus diberhentikan dengan hormat
sebagai PNS;
·
Pensiun
Janda/Duda;
·
Pensiun Anak.
Macam-macam BUP ditentukan sebagai berikut
·
Usia 56 tahun
·
Usia 58 tahun
·
Usia 60 tahun
·
Usia 63 tahun
·
Usia 65 tahun
·
Usia 70 tahun
PNS diberhentikan
dengan hormat sebagai PNS karena mencapai BUP, berhak atas pensiun apabila ia
telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun. PNS yang akan
mencapai BUP dapat dibebaskan dari jabatannya untuk paling lama 1 tahun dengan
mendapat penghasilan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku kecuali
tunjangan jabatan PNS yang memangku jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 44
PP No. 32/1979 apabila tidak memangku lagi jabatan tersebut maka sebelum yang
bersangkutan diberhentikan sebagai PNS kepada yang bersangkutan diberikan bebas
tugas 1 tahun.
Berakhirnya hak pensiun pegawai (
pasal 14 UU No.11/1969 )
Hak pensiun pegawai
berakhir pada penghabisan bulan penerima pensiun pegawai yang bersangkutan
meninggal dunia.
Pembatalan pemberian pensiun
pegawai ( pasal 15 UU No. 11/1969 )
Pembayaran pensiun
pegawai dihentikan dan surat keputusan tentang pemberhentian pensiun pegawai
dibatalkan, apabila penerima pensiun pegawai diangkat kembali menjadi pegawai
negeri atau diangkat kembali dalam suatu jabatan negeri dengan hak untuk
kemudian setelah diberhentikan lagi, memperoleh pensiun menurut Undang-undang
atau peraturan yang sesuai dengan UU. No.11/1969
Persyaratan
Pensiun BUP :
·
Foto copy Karpeg
yang dilegalisir;
·
Foto copy
Karis/Karsu yang dilegalisir;
·
Surat Pernyataan
tidak menyimpan barang miliki Negara;
·
Salinan Foto
copy Surat Nikah yang telah dilegalisir oleh Kepala Kantor Urusan Agama
kecamatan setempat;
·
Daftar susunan
keluarga yang disahkan oleh camat setempat;
·
Foto copy Akte /
Surat Kenal Lahir anak dilegalisir BKKBCS setempat;
·
Daftar perincian
gaji terakhir;
·
Surat Keterangan
masa kerja sebelum menjadi PNS;
·
Foto copy SK
CPNS (80%);
·
Foto copy SK PNS
(100%);
·
Foto copy SK
Pangkat terakhir;
·
Foto copy Surat
Keterangan Berkala terakhir;
·
Foto copy SK
Jabatan terakhir;
·
Daftar Riwayat
Pekerjaan;
·
Surat Pernyataan
Tidak Pernah Dijatuhi Hukuman Disiplin Tingkat Sedang/Berat;
·
DP 3 dua tahun
terakhir;
·
Data Perorangan
Calon Penerima Pensiun (DPCP);
·
Surat Keterangan
Kuliah (bagi anak yang masih kuliah);
·
Foto copy Kartu
Tanda Penduduk (KTP);
·
7 (tujuh) lembar
photo terbaru ukuran 4 x 6 cm (tanpa tutup kepala dan kacamata);
·
Surat Pengantar
dari Dinas.
Persyaratan Pensiun Janda / Duda
:
·
Foto copy Karpeg
yang dilegalisir;
·
Foto copy
Karis/Karsu yang dilegalisir;
·
Surat Pernyataan
tidak menyimpan barang miliki Negara;
·
Salinan Foto
copy Surat Nikah yang telah dilegalisir oleh Kepala Kantor Urusan Agama
kecamatan setempat;
·
Daftar susunan
keluarga yang disahkan oleh camat setempat;
·
Foto copy Akte /
Surat Kenal Lahir anak dilegalisir BKKBCS setempat;
·
Daftar perincian
gaji terakhir;
·
Surat Keterangan
masa kerja sebelum menjadi PNS;
·
Foto copy SK CPNS
(80%);
·
Foto copy SK PNS
(100%);
·
Foto copy SK
Pangkat terakhir;
·
Foto copy Surat
Keterangan Berkala terakhir;
·
Foto copy SK
Jabatan terakhir;
·
Daftar Riwayat
Pekerjaan;
·
Surat Keterangan
Kuliah (bagi anak yang masih kuliah);
·
Foto copy Kartu
Tanda Penduduk (KTP);
·
7 (tujuh) lembar
photo terbaru ukuran 4 x 6 cm (tanpa tutup kepala dan kacamata);
·
Surat Keterangan
Kematian dari Desa / Kelurahan;
·
Surat Keterangan
Janda / Duda dari Desa / Kelurahan;
·
Surat Keterangan
Ahli Waris dari Desa / Kelurahan;
·
Surat Pernyataan
Tidak Pernah Dijatuhi Hukuman Disiplin Tingkat Sedang/Berat;
·
DP 3 dua tahun
terakhir;
·
Surat Pengantar
dari Dinas.
Pegawai Negeri Sipil yang memangku
jabatan usia 58 Tahun :
·
Hakim Mahkamah
Pelayaran ( PP No.32 tahun 1979)
·
Hakim Agama pada
pengadilan agama tingkat banding
·
Hakim Agama pada
pengadilan agama
·
Jaksa yang tidak
memangku Jabatan Eselon I, II ( UU No. 5 tahun 1991)
·
Sekretaris
jenderal, inspektur jenderal, direktur jenderal dan kepala Bandan di departemen
·
Eselon I dalam
jabatan structural
·
Eselon II dalam
jabatan structural
·
Ketua, wakil
ketua dan hakim pengadilan negeri
·
Dokter yang
ditugaskan secara penuh pada lembaga kedokteran negeri sesuai dengan profesinya
·
Pengawas sekolah
lanjutan tingkat atas dan pengawas sekolah lanjutan tingkat pertama
·
Guru yang
ditugaskan secara penuh pada sekolah lanjutan tingkat atas dan sekolah lanjutan
tingkat pertama
·
Penilik taman
kanak-kanak, penilik sekolah dasar, penilik pendidikan agama
·
Jaksa yang tidak
memangku jabatan Eselon I dan II
·
Jabatan lain yang
ditentukan oleh Presiden
VIII.
Macam Kompensasi Bagi Pensiunan
Ada tiga jenis kompensasi karyawan yang lazim
diberikan perusahaan yaitu:
1.
Kompensasi Finansial Langsung
Kompensasi
ini meliputi segala macam imbalan pekerjaan yang berwujud uang antara lain gaji, macam-macam tunjangan, THR
Keagamaan, insentif, bonus, komisi, pembagian laba perusahaan, opsi saham, dan
pembayaran prestasi. Segala jenis pendapatan yang menambah penghasilan bruto
tahunan karyawan dan dikenai pajak penghasilan (PPh 21) juga termasuk
kompensasi finansial langsung.
Kompensasi
ini bersifat langsung karena pembayaran dilakukan oleh perusahaan kepada
karyawan dalam bentuk uang, dan bukan benda atau fasilitas. Misalnya,
perusahaan membayar gaji, tunjangan, dan bonus akhir tahun langsung ke rekening
karyawan.
2.
Kompensasi Finansial Tidak Langsung
Jenis
kompensasi ini juga berwujud uang yang dikeluarkan perusahaan namun tidak
diberikan langsung kepada karyawan, melainkan melalui pihak ketiga. Misalnya,
perusahaan mengikutsertakan karyawan dalam program perlindungan sosial dan
kesehatan. Perusahaan membayar premi asuransi jiwa, asuransi kesehatan,
asuransi ketenagakerjaan, sedangkan karyawan memperoleh manfaat dari program
tersebut berupa biaya perawatan/pengobatan maupun tabungan hari tua.
Berbagai
fasilitas dan kenikmatan yang diperoleh karyawan juga termasuk kompensasi tidak
langsung, seperti mobil perusahaan, rumah dinas, voucher, akses internet, dan
keanggotaan klub.
3.
Kompensasi Non-Finansial
Kompensasi
ini tidak berwujud atau terkait dengan uang, namun bernilai positif atau
berharga bagi karyawan. Contohnya adalah pelatihan kecakapan karyawan,
lingkungan kerja yang nyaman, supervisi yang kompeten dan profesional, tim
kerja yang suportif, jenjang karir yang pasti, penghargaan terhadap prestasi,
cuti lebih banyak, atau jam kerja fleksibel.
Bahkan,
nama besar perusahaan dalam beberapa kasus juga bisa menjadi kompensasi
non-finansial bagi karyawan. Sebab, reputasi organisasi bisnis dapat
meningkatkan kredibilitas individual.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pemutusan Hubungan kerja (PHK) yang
juga dapat disebut dengan Pemberhentian. Pemisahan memiliki pengertian sebagai
sebuah pengakhiran hubungan kerja dengan alasan tertentu yang mengakibatkan
berakhir hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan.
Jadi pemutusan hubungan kerja itu
masih bisa di cegah. Agar pengangguran di Negara ini tidak semakin benyak.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar