Kamis, 09 Januari 2020

Hubungan Serikat Karyawan - Manajemen


BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Dalam perkembangan dunia perusahaan atau organisasi yang sangatlah cepat saat ini membuat persaingan untuk menjadi sebuah perusahaan yang unggul dan produktifitas, terutama dalam pengembangan manajemen perusahaan itu sendiri terus dilakukan. Banyak cara yang dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuan diantaranya adalah dengan melakukan strategi manajemen yang baik, salah satu hal yang berperan penting dalam sebuah manajemen adalah Manajemen Sumber Daya Manusia yang berkaitan langsung dengan Hubungan Karyawan.
Hubungan Karyawan adalah hubungan dari Pemberi Kerja dengan Karyawan di dalam sebuah Perusahaan atau Organisasi untuk saling berkontribusi dan bersinergi untuk mencapai tujuan atau visi misi yang telah di rencanakan oleh perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah mentaati peraturan yang di tetapkan oleh perusahaan, bekerja sesuai dengan Standar Operasional Prosedur perusahaan selain itu Karyawan juga berhak mendapatkan hak untuk Gaji atau jaminan Keselamatan, Keamanan, dan Kesehatan di lingkungan kerja dari Perusahaan, serta Ergonomi dan Hal yang berkaitan dengan lingkungan kerja, sehingga jika tercipta Hubungan yang baik atau harmonis antara sesama karyawan, karyawan dengan atasan atau dengan pemberi kerja akan memberi dampak yang positif untuk meningkatkan produktifitas sebuah perusahaan dan saling memberi kesejahteraan bagi Karyawan dan Perusahaan itu sendiri.

B.                 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1)      Bagaimana Landasan Pertimbangan Pembentukan Serikat Karyawan?
2)      Apa saja langkah-langkah pihak manajemen?
3)      Apa itu Perundingan Kolektif?
4)      Apa itu Kesepakatan Kerja Bersama?
5)      Bagaimana Hubungan Pekerja – Manajemen?

BAB II
PEMBAHASAN

I.                        Landasan Pertimbangan Pembentukan Serikat Karyawan
Pada saat pembentukannya, suatu serikat pekerja/serikat buruh (SP) harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Hal ini berdasarkan Pasal 11 Serikat Kerja/Serikat Buruh, yang berbunyi:
1.            Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
2.            Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya harus memuat:
·         nama dan lambang;
·         dasar negara, asas, dan tujuan;
·         tanggal pendirian;
·         tempat kedudukan;
·         keanggotaan dan kepengurusan;
·         sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan
·         ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.
Setelah proses pembentukannya selesai, maka tahapan yang harus dilakukan berikutnya adalah memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan (Dinas Tenaga Kerja dari pemerintah Kabupaten atau walikotamadya di mana perusahaan berdomisili) untuk dilakukan pencatatan atas pembentukan SP tersebut. Hal ini diatur di dalam Pasal 18 UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang berbunyi:
1.             Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.
2.             Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dilampiri:
·         daftar nama anggota pembentuk;
·         anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
·         susunan dan nama pengurus.

II.                        Langkah-Langkah Pihak Manajemen
1) Merancang pekerjaan-pekerjaan yang secara pribadi memuaskan para karyawan
2) Mengembangkan rencana yang memaksimumkan berbagai kesempatan individual.
3) Memilih karyawan yang qualified.
4) Menetapkan standar prestasi kerja yang adil dan obyektif.
5) Melatih karyawan dan manajer untuk mencapai tingkat prestasi yang diharapkan.
6) Menilai dan menghargai perilaku atas dasar prestasi kerja nyata.

III.                        Perundingan Kolektif
Perundingan kolektif (collective bargaining) adalah suatu proses dimana para wakil (representative) dua kelompok bertemu da mempunyai tujuan merundingkan (negosiasi) suatu kontrak perjanjian yang mengatur kedua belah pihak di waktu mendatang. Dalam hubungan serikat pekerjaan manajemen, perundingan kolektif merupakan proses negosiasi antara pihak karyawan yangdiwakili oleh serikat pekerja dengan pihak manajemen untuk menetapkan syarat- syarat hubungan kerja.
Perundingan kolektif ini akan memuat persetujuantentang ketentuan khusus menyangkut upah, jam, dan kondisi kerja.Ada dua jenis dasar perundingan kolektif antara karyawan dan manajemen:
1.      Tradisional
Adalah tentang distribusi benefits, yaitu pengupahan, kondisi kerja, promosi, PHK, hak-hak manajemen, dan sebagainya.
2.      Integratif
Jenis perundingan yang jarang terjadi adalah perundingan yang bersifat integratif. Hal ini terkait dengan bermacam-macam masalah kepentingan timbal balik antara kedua belah pihak yang lebih besar, terutama usaha menyelesaikan masalah atau mendamaikan permasalahan yang terjadi. Banyak opini yang dilontarkan tentang perundingan integratif yang sesuai dengan pengalokasian berbagai sumber daya dan beban kerja. Perencanaan pekerjaan yang menarik pelaksanaan pengendalian karyawan lebih besar selama kerja dan bidang umum dikenal sebagai “kualitas kehidupan kerja”.
Meskipun demikian, dalam aplikasinya, jenis perundingan integratif sebaiknya digunakan untuk menentukan jam kerja, penggajian, kompensasi tambahan, promosi, dankeamanan kerja. Bila jenis integratif dipakai maka setiap tim harus memandangtim yang lain sebagai pihak yang dapat bekerja sama dan dapat dipercaya. Kedua pihak harus memegang komitmen terhadap posisi tertentu selamapergantian informasi dan pembahasan permasalahan serta perasaan. Karenaperundingan tradisional sejauh ini merupakan jenis yang paling umum.
Faktor-faktor Pengaruh dalam Perundingan Kolektif :
1)      Cakupan rundingan
Yaitu banyaknya buruh yang akan terkena hasil perundingan atau perjanjian kerja, seperti dalam suatu departemen, devisi, perusahaan atau keseluruhan karyawan dalam suatu industry.
2)      Tekanan-tekanan perundingan serikat karyawan
Selain penggunaan taktik tawar-menawar, ada tiga tipe tekanan yang lebih kuatyang kadang-kadang digunakan :
·      Pemogokan
·      Mencegah atau menghalangi karyawan-karyawan yang ingin masuk kerja sewaktu diadakan pemogokan.
3)      Peranan pekerja
Kedua belah pihak serikat pekerja dan manajemen banyak mengacu pada keberpihakan pemerintah untuk menyelesaikan atau melakukan intervensi terhadap permasalahan yang terjadi dalam organisasi. Intervensi ini paling tidak dilakukan dengan menerapkan undang-undang dan peraturan di bidang perburuhan.
4)      Kesediaan perusahaan/organisasi
Kesediaan perusahaan untuk berunding secara terbuka dengan serikatkaryawan di tentukan oleh kemampuan atau kekuatan perusahaan, filsafatkepemimpinan, gaya manajemen dan kemungkinan menggunakan alat-alatpemaksaan (misal ; pemecatan, skorsing, demosi dan sebagainya)

IV.                        Kesepakatan Kerja Bersama
Adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Peraturan-peraturan yang mendasari diperlukannya KKB/PKB antara lain adalah:
·      UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
·      UU No. 1 Tahun 1954 tentang Perjajian Perburuhan Antara Serikat Buruh dan Majikan
·      UU No. 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 98 mengenai Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama
·      PP No.49 Tahun 1954 tentang Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan
·      Kepmenaker No.Per-01/MEN/1985 tentang Pelaksanaan Tata Cara Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama

V.                        Hubungan Pekerja – Manajemen
Hubungan pekerja dengan manajemen didasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian kerja dalan kontrak tersebut. Berbagai hal terkait dengan hak-hal karyawan dan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Hak-hak karyawan yang tercantum dalam kontrak antara lain mengenai gaji, bonus, hak cuti, kenaikan gaji, dan lain-lain. Sementara itu, kewajiban karyawan terkait dengan pelaksanaan bidang tugas masing-masing.
Berkaitan dengan tugas, hubungan antara karyawan dengan manajemen umumnya merupakan hubungan formal yang kaku dan birokratis. Terdapa beberapa jenjang dan jalur yang membatasi komnikasi antara manajemen dengan karyawan. Akibat adanya jalur formal tersebut, komunikasi menjadi kurang efektif dan panjang. Hal ini sering kali menimbulkan salah penafsiran antara karyawan terhadap kebijakan yang diambil manajemen karena kurang efektifnya hubungan tersebut.
Dalam rangka mengatasi kesenjangan hubungan manajemen dan karyawan, hubungan tersebut dapat dilangsungkan secara informal. Hubungan informal mereduksi jenjang birokrasi dan jalur komunikasi sehingga hubungan komunikasi dapat berlangsung secara lebih cepat dan efektif. Jalur informal dapat dilakukan melalui pertemuan informal antara manajemen dengan kelompok-kelompok karyawan.
Ada 2 hubungan pekerja dengan manajemen
1)      Hubungan yang kurang harmonis
Tujuan para pekerja, serikat pekerja, manajemen, dan pemerintah seringkali tidak berjalan seiring. Sehingga, sering muncul hubungan yang kurang harmonis, dimana pekerja dan manajemen berusaha untuk memperoleh potongan yang lebih besar dari pendapatan yang ada. Secara historis, SP mengambil sikap yang kurang harmonis dalam interaksinya dengan manajemen. Fokus tuntutannya adalah pada upah, jam kerja, dan kondisi kerja sebagai usaha untuk memperoleh “lebih banyak dan lebih baik” dari yang selama ini diterima dari perusahaan.
2)      Hubungan Kooperatif
Dalam satu hubungan yang kooperatif, peran serikat pekerja adalah sebagai mitra, bukan pengkritik, dan SP mempunyai tanggung jawab yang sama dengan manajemen untuk mencapai solusi yang kooperatif yang menghasilkan sesuatu seperti yang ditunjukkan dalam “kemitraan dalam perundingan kolektif”. Oleh karenanya, hubungan yang kooperatif membutuhkan suatu hubungan dimana serikat pekerja dan manajemen bersama-sama memecahkan masalah, saling berbagi informasi, dan mencari pemecahan yang integrative.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Serikat karyawan merupakan gabungan pemersatu karyawan sehingga karyawan memiliki rasa persaudaraan yang kuat karena kesamaan di bidang profesi. Serikat karyawan atau union terbentuk karena para karyawan tidak puas terhadap berbagai kondisi perusahaan.
Kerangka hubungan serikat karyawan dan manajemen terdiri dari 3 peranutama yaitu: para pekerja dan wakil-wakil mereka (pengurus serikat), paramanajer (manajemen) dan wakil-wakil pemerintah dalam bidang legislatif, yudikatif dan eksekutif. Masing-masing pihak ini saling ketergantungan, namun mereka tidak seimbangan. Pemerintah adalah kekuatan dominan karena menentukkan peranan manajemen dari serikat karyawan melalui hukum-hukum dalam bidang kepegawaian atau perburuhan.

Sumber :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar