BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam perkembangan dunia perusahaan atau organisasi
yang sangatlah cepat saat ini membuat persaingan untuk menjadi sebuah
perusahaan yang unggul dan produktifitas, terutama dalam pengembangan manajemen
perusahaan itu sendiri terus dilakukan. Banyak cara yang dilakukan perusahaan
untuk mencapai tujuan diantaranya adalah dengan melakukan strategi manajemen
yang baik, salah satu hal yang berperan penting dalam sebuah manajemen adalah
Manajemen Sumber Daya Manusia yang berkaitan langsung dengan Hubungan Karyawan.
Hubungan Karyawan adalah hubungan dari Pemberi Kerja
dengan Karyawan di dalam sebuah Perusahaan atau Organisasi untuk saling
berkontribusi dan bersinergi untuk mencapai tujuan atau visi misi yang telah di
rencanakan oleh perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah mentaati peraturan yang
di tetapkan oleh perusahaan, bekerja sesuai dengan Standar Operasional Prosedur
perusahaan selain itu Karyawan juga berhak mendapatkan hak untuk Gaji atau
jaminan Keselamatan, Keamanan, dan Kesehatan di lingkungan kerja dari
Perusahaan, serta Ergonomi dan Hal yang berkaitan dengan lingkungan kerja,
sehingga jika tercipta Hubungan yang baik atau harmonis antara sesama karyawan,
karyawan dengan atasan atau dengan pemberi kerja akan memberi dampak yang
positif untuk meningkatkan produktifitas sebuah perusahaan dan saling memberi
kesejahteraan bagi Karyawan dan Perusahaan itu sendiri.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1)
Bagaimana Landasan
Pertimbangan Pembentukan Serikat Karyawan?
2)
Apa saja langkah-langkah
pihak manajemen?
3)
Apa itu Perundingan
Kolektif?
4)
Apa itu Kesepakatan
Kerja Bersama?
5)
Bagaimana Hubungan
Pekerja – Manajemen?
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Landasan Pertimbangan Pembentukan Serikat Karyawan
Pada saat pembentukannya, suatu serikat
pekerja/serikat buruh (SP) harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga. Hal ini berdasarkan Pasal 11 Serikat Kerja/Serikat Buruh, yang
berbunyi:
1.
Setiap serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
2.
Anggaran dasar
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya harus memuat:
·
nama dan
lambang;
·
dasar negara,
asas, dan tujuan;
·
tanggal
pendirian;
·
tempat
kedudukan;
·
keanggotaan dan
kepengurusan;
·
sumber dan
pertanggungjawaban keuangan; dan
·
ketentuan
perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.
Setelah proses pembentukannya selesai, maka tahapan
yang harus dilakukan berikutnya adalah memberitahukan secara tertulis kepada
instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan (Dinas
Tenaga Kerja dari pemerintah Kabupaten atau walikotamadya di mana perusahaan
berdomisili) untuk dilakukan pencatatan atas pembentukan SP tersebut. Hal ini
diatur di dalam Pasal 18 UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang berbunyi:
1.
Serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah
terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.
2.
Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dilampiri:
·
daftar nama
anggota pembentuk;
·
anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga;
·
susunan dan nama
pengurus.
II.
Langkah-Langkah Pihak Manajemen
1)
Merancang pekerjaan-pekerjaan yang secara pribadi memuaskan para karyawan
2)
Mengembangkan rencana yang memaksimumkan berbagai kesempatan individual.
3)
Memilih karyawan yang qualified.
4)
Menetapkan standar prestasi kerja yang adil dan obyektif.
5)
Melatih karyawan dan manajer untuk mencapai tingkat prestasi yang diharapkan.
6)
Menilai dan menghargai perilaku atas dasar prestasi kerja nyata.
III.
Perundingan Kolektif
Perundingan kolektif (collective bargaining) adalah
suatu proses dimana para wakil (representative) dua kelompok bertemu da
mempunyai tujuan merundingkan (negosiasi) suatu kontrak perjanjian yang
mengatur kedua belah pihak di waktu mendatang. Dalam hubungan serikat pekerjaan
manajemen, perundingan kolektif merupakan proses negosiasi antara pihak
karyawan yangdiwakili oleh serikat pekerja dengan pihak manajemen untuk
menetapkan syarat- syarat hubungan kerja.
Perundingan kolektif ini akan memuat
persetujuantentang ketentuan khusus menyangkut upah, jam, dan kondisi kerja.Ada
dua jenis dasar perundingan kolektif antara karyawan dan manajemen:
1.
Tradisional
Adalah
tentang distribusi benefits, yaitu pengupahan, kondisi kerja, promosi, PHK,
hak-hak manajemen, dan sebagainya.
2.
Integratif
Jenis
perundingan yang jarang terjadi adalah perundingan yang bersifat integratif.
Hal ini terkait dengan bermacam-macam masalah kepentingan timbal balik antara
kedua belah pihak yang lebih besar, terutama usaha menyelesaikan masalah atau
mendamaikan permasalahan yang terjadi. Banyak opini yang dilontarkan tentang
perundingan integratif yang sesuai dengan pengalokasian berbagai sumber daya
dan beban kerja. Perencanaan pekerjaan yang menarik pelaksanaan pengendalian
karyawan lebih besar selama kerja dan bidang umum dikenal sebagai “kualitas
kehidupan kerja”.
Meskipun demikian,
dalam aplikasinya, jenis perundingan integratif sebaiknya digunakan untuk
menentukan jam kerja, penggajian, kompensasi tambahan, promosi, dankeamanan
kerja. Bila jenis integratif dipakai maka setiap tim harus memandangtim yang
lain sebagai pihak yang dapat bekerja sama dan dapat dipercaya. Kedua pihak
harus memegang komitmen terhadap posisi tertentu selamapergantian informasi dan
pembahasan permasalahan serta perasaan. Karenaperundingan tradisional sejauh
ini merupakan jenis yang paling umum.
Faktor-faktor Pengaruh dalam Perundingan
Kolektif :
1)
Cakupan
rundingan
Yaitu
banyaknya buruh yang akan terkena hasil perundingan atau perjanjian kerja,
seperti dalam suatu departemen, devisi, perusahaan atau keseluruhan karyawan
dalam suatu industry.
2)
Tekanan-tekanan
perundingan serikat karyawan
Selain
penggunaan taktik tawar-menawar, ada tiga tipe tekanan yang lebih kuatyang
kadang-kadang digunakan :
· Pemogokan
· Mencegah atau menghalangi karyawan-karyawan yang
ingin masuk kerja sewaktu diadakan pemogokan.
3) Peranan pekerja
Kedua belah pihak serikat pekerja dan manajemen
banyak mengacu pada keberpihakan pemerintah untuk menyelesaikan atau melakukan
intervensi terhadap permasalahan yang terjadi dalam organisasi. Intervensi ini
paling tidak dilakukan dengan menerapkan undang-undang dan peraturan di bidang
perburuhan.
4) Kesediaan perusahaan/organisasi
Kesediaan perusahaan untuk berunding secara terbuka
dengan serikatkaryawan di tentukan oleh kemampuan atau kekuatan perusahaan,
filsafatkepemimpinan, gaya manajemen dan kemungkinan menggunakan
alat-alatpemaksaan (misal ; pemecatan, skorsing, demosi dan sebagainya)
IV.
Kesepakatan Kerja Bersama
Adalah perjanjian yang
merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa
serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua
belah pihak.
Peraturan-peraturan yang mendasari
diperlukannya KKB/PKB antara lain adalah:
·
UU No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan
·
UU No. 1 Tahun
1954 tentang Perjajian Perburuhan Antara Serikat Buruh dan Majikan
·
UU No. 18 Tahun
1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 98 mengenai Berlakunya Dasar-dasar
daripada Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama
·
PP No.49 Tahun
1954 tentang Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan
·
Kepmenaker
No.Per-01/MEN/1985 tentang Pelaksanaan Tata Cara Pembuatan Kesepakatan Kerja
Bersama
V.
Hubungan Pekerja – Manajemen
Hubungan pekerja dengan
manajemen didasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian kerja dalan kontrak
tersebut. Berbagai hal terkait dengan hak-hal karyawan dan kewajiban-kewajiban
yang harus dilaksanakan. Hak-hak karyawan yang tercantum dalam kontrak antara
lain mengenai gaji, bonus, hak cuti, kenaikan gaji, dan lain-lain. Sementara
itu, kewajiban karyawan terkait dengan pelaksanaan bidang tugas masing-masing.
Berkaitan dengan tugas,
hubungan antara karyawan dengan manajemen umumnya merupakan hubungan formal
yang kaku dan birokratis. Terdapa beberapa jenjang dan jalur yang membatasi
komnikasi antara manajemen dengan karyawan. Akibat adanya jalur formal
tersebut, komunikasi menjadi kurang efektif dan panjang. Hal ini sering kali
menimbulkan salah penafsiran antara karyawan terhadap kebijakan yang diambil
manajemen karena kurang efektifnya hubungan tersebut.
Dalam rangka mengatasi
kesenjangan hubungan manajemen dan karyawan, hubungan tersebut dapat
dilangsungkan secara informal. Hubungan informal mereduksi jenjang birokrasi
dan jalur komunikasi sehingga hubungan komunikasi dapat berlangsung secara
lebih cepat dan efektif. Jalur informal dapat dilakukan melalui pertemuan
informal antara manajemen dengan kelompok-kelompok karyawan.
Ada 2 hubungan pekerja dengan manajemen
1)
Hubungan yang
kurang harmonis
Tujuan
para pekerja, serikat pekerja, manajemen, dan pemerintah seringkali tidak
berjalan seiring. Sehingga, sering muncul hubungan yang kurang harmonis, dimana
pekerja dan manajemen berusaha untuk memperoleh potongan yang lebih besar dari
pendapatan yang ada. Secara historis, SP mengambil sikap yang kurang harmonis
dalam interaksinya dengan manajemen. Fokus tuntutannya adalah pada upah, jam
kerja, dan kondisi kerja sebagai usaha untuk memperoleh “lebih banyak dan lebih
baik” dari yang selama ini diterima dari perusahaan.
2)
Hubungan
Kooperatif
Dalam
satu hubungan yang kooperatif, peran serikat pekerja adalah sebagai mitra,
bukan pengkritik, dan SP mempunyai tanggung jawab yang sama dengan manajemen
untuk mencapai solusi yang kooperatif yang menghasilkan sesuatu seperti yang
ditunjukkan dalam “kemitraan dalam perundingan kolektif”. Oleh karenanya,
hubungan yang kooperatif membutuhkan suatu hubungan dimana serikat pekerja dan
manajemen bersama-sama memecahkan masalah, saling berbagi informasi, dan
mencari pemecahan yang integrative.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Serikat karyawan merupakan gabungan
pemersatu karyawan sehingga karyawan memiliki rasa persaudaraan yang kuat
karena kesamaan di bidang profesi. Serikat karyawan atau union terbentuk karena
para karyawan tidak puas terhadap berbagai kondisi perusahaan.
Kerangka hubungan serikat karyawan dan
manajemen terdiri dari 3 peranutama yaitu: para pekerja dan wakil-wakil mereka
(pengurus serikat), paramanajer (manajemen) dan wakil-wakil pemerintah dalam
bidang legislatif, yudikatif dan eksekutif. Masing-masing pihak ini saling
ketergantungan, namun mereka tidak seimbangan. Pemerintah adalah kekuatan
dominan karena menentukkan peranan manajemen dari serikat karyawan melalui
hukum-hukum dalam bidang kepegawaian atau perburuhan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar