Sabtu, 11 Januari 2020

Pemutusan Hubungan Kerja

07.39 0 Comments

BAB I

PENDAHULUAN


A.                Latar Belakang
Dalam kehidupannya setiap orang mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam. Untuk dapat memenuhi kebutuhannya tersebut, kita dituntut untuk bekerja, baik bekerja sendiri dengan membuka peluang usaha baru, berwirausaha ataupun juga bisa dengan bekerja dengan orang lain. Pekerjaan yang diusahakan sendiri adalah bekerja atas usaha modal dan tanggungjawab sendiri. Sedang bekerja pada orang lain adalah bekerja dengan bergantung pada orang lain , yang memberikan perintah dan mengaturnya , karena itu ia  harus tunduk dan patuh pada orang lain yang memberikan pekerjaan tersebut.
Bila kita bekerja pada orang lain, dan diterima sebagai karyawan pada suatu perusahaan. Berarti kita sudah menjalankan hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan. Dengan adanya hubungan pekerjaan, karyawan mempunyai hak dan tanggung jawab begitupula dengan pihak perusahaan. Seperti halnya hidup, pengabdian dan tanggungjawab kita di perusahaan juga pasti akan berakhir. Namun setiap orang yang bekerja memiliki waktu pengabdian di perusahaan yang berbeda-beda,ada yang hingga batas ketentuan yang telah disepakati, atau mungkin berakhir di tengah karier. Bagi yang telah mencapai batas perjanjian, tentu saja tidaklah bermasalah. Namun lain halnya dengan yang terpaksa harus berhenti ditengah masa kerjanya. Pemutusan hubungan kerja sangatlah berpengaruh terhadap kondisi perekonomian masyarakat yang sudah di PHK dari perusahaannya.

B.                 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1)      Apa pengertian dari Pemutusan Hubungan Kerja?
2)      Apa saja sebab-sebab PHK?
3)      Apa saja jenis-jenis PHK?
4)      Bagaimana prosedur PHK?
5)      Apa saja konsekuensi dari PHK?
6)      Apa saja larangan terhadap PHK?
7)      Apa saja macam dan persyaratan pensiun?
8)      Apa saja Macam Kompensasi Bagi Pensiunan?


BAB II
PEMBAHASAN

I.                        Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
Istilah pemutusan hubungan kerja (PHK) (sparation) memiliki kesamaan dengan pemberhentian atau pemisahan karyawan dari suatu organisasi. Para ahli pun memberikan pandangan tersendiri terkait PHK. Menurut Tulus (1993), pemutusan hubungan kerja (separation) adalah mengembalikan karyawan ke masyarakat. Sedagkan menurut Hasibuan (2001) pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja seseorang karyawan dengan suatu organisasi (perusahaan). Dari beberapa pegertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan pemberhentian karyawan dari suatu perusahaan sehingga antara karyawan dan perusahaan(organisasi) tidak ada hubungan lagi.

II.                        Sebab-Sebab Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pasal 153 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyebutkan Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :
1)         Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus,
2)         Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
3)         Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya,
4)         Pekerja/buruh menikah,
5)         Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya,
6)         Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,
7)         Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau bedasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,
8)         Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan,
9)         Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan,
10)     Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud di atas batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan. (Husni, 2010)
Prinsip-prinsip dalam pemutusan hubungan kerja adalah mengenai alasan dan mekanisme pemutusan hubungan kerja. Maka alasan pemutusan hubungna kerja (PHK) antara lain sebagai berikut:
1)         Undang-Undang
Undang-undang dapat menyebabkan seseorang harus berhenti seperti karyawan WNA yang sudah habis izinnya.
2)         Keinginan Perusahaan
Perusahaan dapat memberhentikan karyawan secara hormat ataupun tidak apabila karyawan melakukan kesalahan besar
3)         Keinginan karyawan
Buruh dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu karena alasan mendesak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4)         Pensiun
Ketika seseorang telah mencapai batas usia tertentu sesuai dengan peraturan perusahaan yang disepakati.
5)         Kontrak kerja berakhir
6)         Kesehatan karyawan
Kesehatan karyawan dapat dijadikan alasan pemberhentian karyawan. Ini bisa berdasarkan keinginan perusahaan atau keinginan karyawan yang juga telah diatur berdasarkan perundang-undangan  ketenagakerjaan yang berlaku.
7)         Meninggal dunia
8)         Perusahaan dilikuidisasi
Karyawan dilepas jika perusahaan dilikuidisasi atau ditutup karena bangkrut.

III.                        Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Menurut Mangkuprawira Pemutusan Hubungan kerja (PHK) ada 2 jenis, yaitu:
1.      Pemutusan Hubungan Kerja Sementara, yaitu sementara tidak bekerja dan pemberhentian sementara.

·         Sementara tidak bekerja
Terkadang para karyawan butuh untuk meningglakan pekerjaan mereka sementara. Alasannya bermacam-macam dapat berupa kesehatan, keluarga, melanjutkan pendidikan rekreasi dan lain sebagainya. Keadaan ini disebut juga dengan cutipendek atau cuti panjang namun karyawan tersebut masih memiliki ikatan dengan perusahaan dan memiliki aturan masing-masing.
·         Pemberhentian sementara
Berbeda dengan sementara tidak bekerja pembertihan sementara memiliki alasan internal perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan bisnis, misalnya kondisi moneter dan krisis ekonomi menyebabkan perusahaan mengalami chaos atau karena siklus bisnis. Pemberhentian sementara dapat meminimumkan di beberapa perusahaan melalui perencanaan sumber daya manusia yang hati-hati dan teliti.

2.      Pemutusan Hubungan Kerja Permanen, ada tiga jenis yaitu:
·         Atrisi atau pemberhentian tetap seseorang dari perusahaan secara tetap karena alasan pengunduran diri, pensiun, atau meninggal. Fenomena ini diawali oleh pekerja individual, bukan oleh perusahaan. Dalam perencanaan sumber daya manusia, perusahaan lebih menekannkan pada atrisi daripada pemberhentian sementara karena proses perencanaan ini mencoba memproyeksikan kebutuhan karyawan di masa depan.
·         Terminasi adalah istilah luas yang mencakup perpisahan permanen karyawan dari perusahaan karena alasan tertentu. Biasnya istilah ini mengandung arti orang yang dipecat dari perusahaan karena faktor kedisiplinan. Ketika orang dipecat karena alasan bisnis dan ekonomi. Untuk mengurangi terminasi karena kinerja yang buruk maka pelatihan dan pengembangan karyawan merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh karena dapat mengajari karyawan bagaimana adapat bekerja dengan sukses.
·         Kematian dalam pengertian pada karyawan usia muda berarti kehilangan besar bagi perusahaan, karena terkait dengan investasi yang dikeluarkan dalam bentuk penarikan tenaga kerja, seleksi, orientasi, dan pelatihan.

Dapat disimpulkan jenis Pemberhentian hubungan kerja (PHK) adalah:
1.      Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara.
PHK sementara dapat disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaan dengan tujuan yang jelas.
2.      Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Permanen.
PHK permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu Keinginan sendiri, Kontrak yang Habis, Pensiun, Kehendak Perusahaan.

IV.                        Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Permberhentian Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan dengan baik dan sesuai dengan regulasi pemerintah yang masih diberlakukan. Namun karena terkadang pemberhentian terkadang terjadi akibat konflik yang tak terselesaikan maka menurut Umar (2004) pemecatan secara terpaksa harus sesuai dengan prosedur sebagai berikut:
1)         Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan.
2)         Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
3)         Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D.
4)         Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P.
5)         Pemutusan hubungan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
Kemudian menurut Mutiara S. Panggabean Proses Pemberhentian hubungan kerja jika sudah tidak dapat dihindari maka cara yang diatur telah diatur dalam Undang-undang No.12 tahun 1964. Perusahaan yang ingin memutuskan hubungan kerja harus mendapatkan izin dari P4D (Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan jika ingin memutuskan hubungan kerja dengan lebih dari sembilan karyawan maka harus dapat izin dari P4P (Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat) selama izin belum didapatkan maka perusahaan tidak dapat memutuskan hubungan kerja dengan karyawan dan harus menjalankan kewajibannya.
Namun sebelum pemberhentian hubungan kerja harus berusaha untuk meningkatkan efisiensi dengan:
1)         Mengurangi shift kerja
2)         Menghapuskan kerja lembur
3)         Mengurangi jam kerja
4)         Mempercepat pension
5)         Meliburkan atau merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara

V.                        Konsekuensi Dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Dengan adanya pemberhentian karyawan tersebut tentu sangat berpengaruh sekali terhadap karyawan itu sendiri.  Dengan diberhentikan dari pekerjaannya maka berarti karyawan tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan secara maksimal untuk karyawan dan keluarganya.  Atas dasar tersebut, maka manajer sumber daya manusia harus sudah dapat memperhitungkan beberapa jumlah uang yang seharusnya diterima oleh karyawan yang behenti, agar karyawan tersebut dapat memenuhi kebutuhannya sampai pada tingkat dianggap cukup.Membuat perekonomian karyawan itu sendiri menjadi kurang. Dan meningkatkan pengangguran di masyarakat.
Dalam hal perundingan tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Permohonan penetapan pemutuskan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya.  Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.
Pasal 156 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa apabila terjadi PHK pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja/buruh. Perhitungan uanga pesangon yang seharusnya diterima oleh pekerja/buruh ditetapkan sebagai berikut:
·         masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah;
·         masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah;
·         masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah;
·         masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah;
·         masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah;
·         masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah;
·         masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah;
·         masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang darai 8 tahun, 8 bulan upah;
·         masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.
Perhitungan uang penghargaan masa kerja yang seharusnya diterima oleh pekerja/buruh  ditetapkan sebagai berikut:
·         masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah;
·         masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah;
·         masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah;
·         masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah;
·         masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
·         masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah;
·         masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah;
·         masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah.
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja/buruh meliputi:
·         cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
·         biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
·         pengganti perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
·         hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

VI.                        Larangan Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemerintah tidak mengharapkan perusahaan melakukan PHK tercantun dalam Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Thaun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang menyatakan pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan:
a.       Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus.
b.      Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban terhadap Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
c.       Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
d.      Pekerja/buruh menikah.
e.       Pekerja/burh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
f.       Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkakwinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam 1 perusahaan, kecali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau PKB.
g.      Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh melakukan kegiatan serikat/pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB.
h.      Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.
i.        Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan.
j.        Pekerja. Buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibar kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penembuhannya belum dapat dipastikan.

Pemensiunan Sumber Daya Manusia/ Karyawan
Pensiun adalah pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan, undang-undang, ataupun keinginan karyawan sendiri. Keinginan perusahaan mempesiunkan karyawan karena produktivitas kerjanya rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan dan sebagainya.
Undang-Undang mempensiunkan seseorang karena karena telah mencapai batas usia dan masa kerja tertentu. Kemudian pensiun karena keinginan pegawai adalah pensiun atas permintaan sendiri dengan mengajukan surat permohonan setelah mencapau masa kerja tertentu, dan permohonannya dikabulkan oleh perusahaan.

VII.                        Macam Dan Persyaratan Pensiun

Jenis Pensiun
·         Non Batas Usia Pensiun (Non BUP);
·         Batas Usia Pensiun (BUP), PNS yang telah mencapai BUP harus diberhentikan dengan hormat sebagai PNS;
·         Pensiun Janda/Duda;
·         Pensiun Anak.
Macam-macam BUP ditentukan sebagai berikut
·         Usia 56 tahun
·         Usia 58 tahun
·         Usia 60 tahun
·         Usia 63 tahun
·         Usia 65 tahun
·         Usia 70 tahun
PNS diberhentikan dengan hormat sebagai PNS karena mencapai BUP, berhak atas pensiun apabila ia telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun. PNS yang akan mencapai BUP dapat dibebaskan dari jabatannya untuk paling lama 1 tahun dengan mendapat penghasilan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku kecuali tunjangan jabatan PNS yang memangku jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 PP No. 32/1979 apabila tidak memangku lagi jabatan tersebut maka sebelum yang bersangkutan diberhentikan sebagai PNS kepada yang bersangkutan diberikan bebas tugas 1 tahun.

Berakhirnya hak pensiun pegawai ( pasal 14 UU No.11/1969 )
Hak pensiun pegawai berakhir pada penghabisan bulan penerima pensiun pegawai yang bersangkutan meninggal dunia.

Pembatalan pemberian pensiun pegawai ( pasal 15 UU No. 11/1969 )
Pembayaran pensiun pegawai dihentikan dan surat keputusan tentang pemberhentian pensiun pegawai dibatalkan, apabila penerima pensiun pegawai diangkat kembali menjadi pegawai negeri atau diangkat kembali dalam suatu jabatan negeri dengan hak untuk kemudian setelah diberhentikan lagi, memperoleh pensiun menurut Undang-undang atau peraturan yang sesuai dengan UU. No.11/1969

            Persyaratan Pensiun BUP :
·         Foto copy Karpeg yang dilegalisir;
·         Foto copy Karis/Karsu yang dilegalisir;
·         Surat Pernyataan tidak menyimpan barang miliki Negara;
·         Salinan Foto copy Surat Nikah yang telah dilegalisir oleh Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan setempat;
·         Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh camat setempat;
·         Foto copy Akte / Surat Kenal Lahir anak dilegalisir BKKBCS setempat;
·         Daftar perincian gaji terakhir;
·         Surat Keterangan masa kerja sebelum menjadi PNS;
·         Foto copy SK CPNS (80%);
·         Foto copy SK PNS (100%);
·         Foto copy SK Pangkat terakhir;
·         Foto copy Surat Keterangan Berkala terakhir;
·         Foto copy SK Jabatan terakhir;
·         Daftar Riwayat Pekerjaan;
·         Surat Pernyataan Tidak Pernah Dijatuhi Hukuman Disiplin Tingkat Sedang/Berat;
·         DP 3 dua tahun terakhir;
·         Data Perorangan Calon Penerima Pensiun (DPCP);
·         Surat Keterangan Kuliah (bagi anak yang masih kuliah);
·         Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP);
·         7 (tujuh) lembar photo terbaru ukuran 4 x 6 cm (tanpa tutup kepala dan kacamata);
·         Surat Pengantar dari Dinas.

Persyaratan Pensiun Janda / Duda :
·         Foto copy Karpeg yang dilegalisir;
·         Foto copy Karis/Karsu yang dilegalisir;
·         Surat Pernyataan tidak menyimpan barang miliki Negara;
·         Salinan Foto copy Surat Nikah yang telah dilegalisir oleh Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan setempat;
·         Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh camat setempat;
·         Foto copy Akte / Surat Kenal Lahir anak dilegalisir BKKBCS setempat;
·         Daftar perincian gaji terakhir;
·         Surat Keterangan masa kerja sebelum menjadi PNS;
·         Foto copy SK CPNS (80%);
·         Foto copy SK PNS (100%);
·         Foto copy SK Pangkat terakhir;
·         Foto copy Surat Keterangan Berkala terakhir;
·         Foto copy SK Jabatan terakhir;
·         Daftar Riwayat Pekerjaan;
·         Surat Keterangan Kuliah (bagi anak yang masih kuliah);
·         Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP);
·         7 (tujuh) lembar photo terbaru ukuran 4 x 6 cm (tanpa tutup kepala dan kacamata);
·         Surat Keterangan Kematian dari Desa / Kelurahan;
·         Surat Keterangan Janda / Duda dari Desa / Kelurahan;
·         Surat Keterangan Ahli Waris dari Desa / Kelurahan;
·         Surat Pernyataan Tidak Pernah Dijatuhi Hukuman Disiplin Tingkat Sedang/Berat;
·         DP 3 dua tahun terakhir;
·         Surat Pengantar dari Dinas.

Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan usia 58 Tahun :
·         Hakim Mahkamah Pelayaran ( PP No.32 tahun 1979)
·         Hakim Agama pada pengadilan agama tingkat banding
·         Hakim Agama pada pengadilan agama
·         Jaksa yang tidak memangku Jabatan Eselon I, II ( UU No. 5 tahun 1991)
·         Sekretaris jenderal, inspektur jenderal, direktur jenderal dan kepala Bandan di departemen
·         Eselon I dalam jabatan structural
·         Eselon II dalam jabatan structural
·         Ketua, wakil ketua dan hakim pengadilan negeri
·         Dokter yang ditugaskan secara penuh pada lembaga kedokteran negeri sesuai dengan profesinya
·         Pengawas sekolah lanjutan tingkat atas dan pengawas sekolah lanjutan tingkat pertama
·         Guru yang ditugaskan secara penuh pada sekolah lanjutan tingkat atas dan sekolah lanjutan tingkat pertama
·         Penilik taman kanak-kanak, penilik sekolah dasar, penilik pendidikan agama
·         Jaksa yang tidak memangku jabatan Eselon I dan II
·         Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden

VIII.                        Macam Kompensasi Bagi Pensiunan

Ada tiga jenis kompensasi karyawan yang lazim diberikan perusahaan yaitu:
1.            Kompensasi Finansial Langsung
Kompensasi ini meliputi segala macam imbalan pekerjaan yang berwujud uang  antara lain gaji, macam-macam tunjangan, THR Keagamaan, insentif, bonus, komisi, pembagian laba perusahaan, opsi saham, dan pembayaran prestasi. Segala jenis pendapatan yang menambah penghasilan bruto tahunan karyawan dan dikenai pajak penghasilan (PPh 21) juga termasuk kompensasi finansial langsung.

Kompensasi ini bersifat langsung karena pembayaran dilakukan oleh perusahaan kepada karyawan dalam bentuk uang, dan bukan benda atau fasilitas. Misalnya, perusahaan membayar gaji, tunjangan, dan bonus akhir tahun langsung ke rekening karyawan.

2.            Kompensasi Finansial Tidak Langsung
Jenis kompensasi ini juga berwujud uang yang dikeluarkan perusahaan namun tidak diberikan langsung kepada karyawan, melainkan melalui pihak ketiga. Misalnya, perusahaan mengikutsertakan karyawan dalam program perlindungan sosial dan kesehatan. Perusahaan membayar premi asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi ketenagakerjaan, sedangkan karyawan memperoleh manfaat dari program tersebut berupa biaya perawatan/pengobatan maupun tabungan hari tua.

Berbagai fasilitas dan kenikmatan yang diperoleh karyawan juga termasuk kompensasi tidak langsung, seperti mobil perusahaan, rumah dinas, voucher, akses internet, dan keanggotaan klub.

3.            Kompensasi Non-Finansial
Kompensasi ini tidak berwujud atau terkait dengan uang, namun bernilai positif atau berharga bagi karyawan. Contohnya adalah pelatihan kecakapan karyawan, lingkungan kerja yang nyaman, supervisi yang kompeten dan profesional, tim kerja yang suportif, jenjang karir yang pasti, penghargaan terhadap prestasi, cuti lebih banyak, atau jam kerja fleksibel.

Bahkan, nama besar perusahaan dalam beberapa kasus juga bisa menjadi kompensasi non-finansial bagi karyawan. Sebab, reputasi organisasi bisnis dapat meningkatkan kredibilitas individual.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pemutusan Hubungan kerja (PHK) yang juga dapat disebut dengan Pemberhentian. Pemisahan memiliki pengertian sebagai sebuah pengakhiran hubungan kerja dengan alasan tertentu yang mengakibatkan berakhir hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan.
Jadi pemutusan hubungan kerja itu masih bisa di cegah. Agar pengangguran di Negara ini tidak semakin benyak.
Sumber: