Minggu, 22 Desember 2019

Pemberian Kompensasi

06.37 0 Comments

BAB I

PENDAHULUAN


A.                Latar Belakang

Kompensasi merupakan hal yang penting, yang merupakan dorongan atau motivasiutama seseorang karyawan untuk berkerja. Hal ini berarti bahwa karyawan menggunakan pengetahuan, keterampilan, tenaga dan waktu bukan semata-mata ingin membaktikan ataumengabdikan diri pada perusahaan, tetapi ada tujuan lain yaitu mengahrapkan imbalan, atau jasa, atas hasil yang telah diberikan. Selain itu juga kompensasi yang diberikan kepadakaryawan berpengaruh pada kondisi kerja karyawan tersebut. Oleh karena itu, dalam menetapkan komensasi yang dikaitkan dengan prestasi kerja atau produktivitas sangatlah penting. Sehingga selain akan tewujudnya efesiensi dan efektifitas karyawan bisa jugaditujukan untuk kelangsungan aktivitas organisasi dan rencana-rencana (program) perusahaan pada waktu yang akan datang.
Kompensasi di tetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan karyawan, dalam hal tertentu, pemerintah mempasilitasi sebagai pembuatkebijakan atau regulasi di bidang ketenagakerjaan. Hal ini berarti bahwa dalam menerapkankompensasi terdapat dua kepentingan yang harus di perhatikan yaitu kepentingan organisasidan kepentingan karyawan.


B.                 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1.    Apa yang dimaksud dengan kompensasi?
2.    Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi?
3.    Apa fungsi dan tujuan pemberian kompensasi?
4.    Apa saja asas kompensasi?
5.    Apa saja jenis-jenis kompensi?
6.    Apa saja metode dalam kompensasi?
7.    Apa saja tantangan yang dihadapi dalam menetapkan kompensasi?

BAB II

PEMBAHASAN

I.                        Pengertian Kompensasi

Kompensasi (compensation) merupakan apa yang diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka pada organisasi (perusahaan). Kompensasi meliputi imbalan finansial dan jasa nirwujud serta tunjangan yang diterima oleh para karyawan sebagai bagiandari hubungan kepegawaian. Terminologi kompensasi sering digunakan secara bergantian dengan administrasi gaji dan upah. Kompensasi karyawan mempengaruhi produktivitas dan tendensi mereka untuk tetap bersama organisasi atau mencari pekerjaan lainnya. Kompensasi membantu organisasi mencapai tujuannya dan memperoleh, memelihara dan mempertahankan tenaga kerja yang produktif.

II.                        Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi

Menurut Prof. DR. H. Edy Sutrisno, M.Si dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia (2016:199) mengemukakan bahwa besar kecilnya kompensasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang memengaruhi besarnya kompensasi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1.         Tingkat biaya hidup
2.         Tingkat Kompensasi yang berlaku di perusahaan lain
3.         Tingkat Kemampuan perusahaan
4.         Jenis pekerjaan dan besar kecilnya tanggung jawab
5.         Peraturan perundang-undangan yang berlaku
6.         Peranan Serikat Buruh

III.                        Fungsi dan Tujuan Pemberian Kompensasi

Fungsi Pemberian Kompensasi
Pemberian kompensasi mempunyai fungsi dan tujuan. Menurut pendapat Susilo Martoyo (1990:100), fungsi-fungsi pemberian kompensasi adalah:
1.         Pengalokasian Sumber Daya Manusia Secara Efisien
Fungsi ini menunjukkan bahwa pemberian kompensasi yang cukup baik pada karyawan yang berprestasi baik, akan mendorong para karyawan untuk bekerja dengan lebih baik dan ke arah pekerjaan-pekerjaan yang lebih produktif. Dengan kata lain, ada kecenderungan para karyawan dapat bergeser atau berpindah dari yang kompensasinya rendah ke tempat kerja yang kompensasinya tinggi dengan cara menunjukkan prestasi kerja yang lebih baik.
2.          Penggunaan Sumber Daya Manusia Secara Lebih Efisien dan Efektif
Dengan pemberian kompensasi yang tinggi kepada seorang karyawan mengandung implikasi bahwa organisasi akan menggunakan tenaga karyawan termaksud dengan seefisien dan seefektif mungkin. Sebab dengan cara demikian, organisasi yang bersangkutan akan memperoleh manfaat dan/ atau keuntungan semaksimal mungkin. Di sinilah produktivitas karyawan sangat menentukan.
3.          Mendorong Stabilitas dan Pertumbuhan Ekonomi
Sebagai akibat alokasi dan penggunaan sumber daya manusia dalam organisasi yang bersangkutan secara efisien dan efektif tersebut, maka dapat diharapkan bahwa sistem pemberian kompensasi tersebut secara langsung dapat membantu stabilitas organisasi, dan secara tidak langsung ikut andil dalam mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi negara secara keseluruhan.

Tujuan Pemberian Kompensasi
Selain beberapa fungsi di atas, jelas kompensasi mempunyai tujuan-tujuan positif. Pendapat para pakar tentang tujuan pemberian kompensasi berbagai macam, namun pada prinsipnya sama. Adapun tujuan kompensasi menurut H. Malayu S.P. Hasibuan (2002:120) adalah sebagai berikut:
1.    Ikatan Kerja Sama
Dengan pemberian kompensasi terjadilah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
2.    Kepuasan Kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
3.    Pengadaan Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
4.    Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.
5.    Stabilitas Karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompetitif, maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn-over relatif kecil.
6.    Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar, maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari dan mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
7.    Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik, pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
8.    Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti batas upah minimum), maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.

Adapun menurut pendapat Susilo Martoyo (1990:101), tujuan pemberian kompensasi adalah sebagai berikut:
1.        Pemenuhan Kebutuhan Ekonomi
Karyawan menerima kompensasi berupa upah, gaji atau bentuk lainnya adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari atau dengan kata lain kebutuhan ekonominya.
2.        Pengkaitan Kompensasi dengan Produktivitas Kerja
Dalam pemberian kompensasi yang makin baik akan mendorong karyawan bekerja dengan makin produktif. Dengan produktivitas kerja yang tinggi, ongkos karyawan per unit/produksi bahkan akan semakin rendah.
3.        Pengakitan Kompensasi dengan Sukses Perusahaan
Makin berani suatu perusahaan/organisasi memberikan kompensasi yang tinggi, makin menunjukkan betapa makin suksesnya suatu perusahaan. Sebab pemberian kompensasi yang tinggi hanya mungkin apabila pendapatan perusahaan yang digunakan untuk itu makin besar. Berarti beruntung makin besar.
4.        Pengkaitan antara Keseimbangan Keadilan Pemberian Kompensasi
Ini berarti bahwa pemberian kompensasi yang tinggi harus dihubungkan atau diperbandingkan dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh karyawan yang bersangkutan pada jabatan dan kompensasi yang tinggi tersebut. Sehingga ada keseimbangan antara “input” (syarat-syarat) dan “Output” (tingginya kompensasi yang diberikan).

Agar tujuan-tujuan di atas dapat tercapai, maka pemberian kompensasi dilaksanakan dengan sebaik-baiknya melalui pengadministrasian yang tepat. Adapun tujuan administrasi kompensasi menurut T. Hani Handoko (2001:156) adalah sebagai berikut:
1.        Memperoleh Personalia yang Qualified
Kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk menarik para pelamar. Karena perusahaan-perusahaan bersaing dalam pasar tenaga kerja, tingkat pengupahan harus sesuai dengan kondisi suplai dan permintaan tenaga kerja.
2.        Mempertahankan Para Karyawan yang Ada Sekarang
Bila tingkat kompensasi tidak kompetitif, niscaya banyak karyawan yang baik akan keluar. Untuk mencegah perputaran karyawan, pengupahan harus dijaga agar tetap kompetitif dengan perusahaan-perusahaan lain.
3.        Menjamin Keadilan
Administrasi pengupahan dan penggajian berusaha untuk memenuhi prinsip keadilan. Keadilan atau konsistensi internal dan eksternal sangat penting diperhatikan dalam penentuan tingkat kompensasi.
4.        Menghargai Perilaku yang Diinginkan
Kompensasi hendaknya mendorong perilaku-perilaku yang diinginkan. Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung-jawab baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang efektif.
5.        Mengendalikan Biaya-Biaya
Suatu program kompensasi yang rasional membantu organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan sumber daya manusianya pada tingkat biaya yang layak. Tanpa struktur pengupahan dan penggajian sistematik, organisasi dapat membayar kurang (underpay) atau lebih (overpay) kepada para karyawannya.
6.        Memenuhi Peraturan-Peraturan Legal
Seperti aspek-aspek manajemen personalia lainnya, administrasi kompensasi menghadapi batasan-batasan legal. Program kompensasi yang baik memperhatikan kendala-kendala tersebut dan memenuhi semua peraturan pemerintah yang mengatur kompensasi karyawan.

IV.                        Asas Kompensasi

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2000 : 122), program kompensasi (balas jasa) harus ditetapkan atas asas adil dan layak serta dengan memperhatikan undang-undang perburuhan yang berlaku. Prinsip adil dan layak harus mendapat perhatian dengan sebik-baiknya supaya balas jasa yang akan diberikan merangsang gairah dan kepuasan kerja karyawan.
1.      Asas Adil
Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, risiko pekerjaan, tanggungjawab, jabatan pekerja, dan memenuhi persyaratan internal konsistensi.
Jadi adil dalam hal ini bukan berarti setiap karyawan menerima kompensasi yang sama besarnya. Asas adil harus menjadi dasar penilaian, perlakuan dan pemberian hadiah atau hukuman bagi setiap karyawan. Dengan asas adil akan  tercipta suasana kerja sama yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas, dan stabilitas karyawan akan lebih baik.
2.      Asas Layak dan Wajar
Kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal. Tolak ukur layak adalah relatif, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah minimal pemerintah dan eksternal konsistensi yang berlaku.
Manajer personalia diharuskan selalu memantau dan menyesuaikan kompensasi dengan eksternal konsistensi yang sedang berlaku. Hal ini penting supaya semangat kerja dan karyawan yang qualified tidak terhenti, tuntutan serikat buruh dikurangi dan lain-lainnya.

V.                        Jenis-Jenis Kompensi
Menurut Monday dan Noe (1996:374) dapat diketahui bahwa kompensasi keuangan langsung terdiri atas gaji upah, dan insentif (komisi dan bonus). Sedangkan kompensasi keuangan tidak langsung dapat  berubah berbagai macam fasilitas dan tunjangan.
1.         Gaji
Gaji adalah imbalan finansial yang dibayarkan kepada karyawan secara teratur, seperti tahunan, caturwulan, bulanan atau mingguan. Harder (1992) mengemukakan bahwa gaji merupakan jenis penghargaan yang paling penting dalam organisasi.
2.         Upah
Upah merupakan imbalan finansial langsung yang dibayarkan kepada para pekerja berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan. Jadi tidak seperti gaji yang jumlahnya relatif tetap, besarnya upah dapat berubah-ubah. Pada dasarnya, gaji atau upah diberikan untuk menarik calon pegawai agar mau masuk menjadi karyawan.
3.         Insentif
Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Dengan meng-asumsikan bahwa uang dapat digunakan untuk mendorong karyawan bekerja lebih giat lagi, maka mereka yang produktif lebih menyukai gajinya dibayarkan berdasarkan hasil kerja. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk menentukan standar yang tepat.
4.         Kompensasi tidak langsung (fringe benefit)
Fringe benefit merupakan kompensasi tambahan yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan para karyawan. Contohnya asuransi kesehatan, asuransi jiwa, dan bantuan perumahan. Penghargaan itu diberikan untuk berbagai macam tujuan. Sebagai contoh, Hill, Bergma, dan Scarpello (1994) mengemukakan bahwa kompensasi diberikan untuk :
·         Menarik karyawan dalam jumlah dan kualitas yang diinginkan,
·         Mendorong agar lebih berprestasi,
·         Agar dapat mempertahankan mereka.

VI.                        Metode Dalam Kompensasi

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2000 : 123), metode kompensasi (balas jasa) dikenal metode tunggal dan metode jamak.
1.      Metode Tunggal
Metode tunggal yaitu suatu metode yang dalam penetapan gaji pokok hanya didasarkan atas ijazah terakhir dari pendidikan formal yang dimilki karyawan.
2.      Metode Jamak
Metode jamak yaitu suatu metode yang dalam gaji pokok didasarkan atas beberapa pertimbangan seperti ijazah, sifat pekerjaan, pendidikan informal bahkan hubungan keluarga ikut menentukan besarnya gaji pokok seseorang. Jadi standar gaji pokok yang pasti tidak ada. Ini terdapat pada perusahaan-perusahaan diskriminasi.

VII.                        Tantangan Yang Mempengaruhi Kebijakan Kompensasi

1.      Suplai dan Permintaan Tenaga Kerja
Beberapa jenis pekerjaan mungkin harus dibayar lebih tinggi daripada yang ditunjukkan oleh nilai relatifnya karena desakan kondisi pasar. Sebagai contoh, pada tahun 1970-an, kelangkaan tenaga akuntan menyebabkan perusahaan (organisasi) harus memberikan tunjangan kelangkaan disamping kompensasi dasar untuk memperoleh tenaga kerja akuntan.
2.      Produktivitas
Perusahaan harus memperoleh laba untuk menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh. Tanpa hal ini, perusahaan tidak akan bias bersaing lagi. Oleh karena itu, perusahaan tidak dapat membayar para karyawannya melebihi kontribusi mereka kepada perusahan melalui produktivitas mereka. Bila ini terjadi (bisa karena kelangkaan atau kekuatan serikat karyawan), perusahaan biasanya merancang kembali pekerjaan-pekerjaan, melatih para karyawan baru untuk menaikkan suplai atau melakukan automaisasi.
3.      Kesediaan untuk membayar
Bukan merupakan suatu pernyataan yang berlebihan bahwa perusahaan sebenarnya ingin membayar kompensasi secara adil dan layak. Oleh karena itu, perusahaan juga merasa bahwa para karyawan seharusnya melakukan pekerjaan sesuai dengan upah yang mereka terima. Manajemen perlu mendorong para karyawan untuk meningkatkan produktivitas mereka agar kompensasi yang lebih tinggi dapat dibayarkan.
4.      Berbagai kebijaksanaan pengupahan dan penggajian
Hampir semua organisasi mempunyai kebijaksanaan yang mempengaruhi pengupahan dan penggajian. Salah satu kebijaksanaan yang umum adalah memberikan kenaikan upah yang sama besarnya pada karyawan angota serikat  buruh maupun karyawan yang bukan angota serikat. Banyak perusahaan mempunyai kebijaksanaan pembayaran bonus (premium) diatas upah dasar untuk meminimumkan perputaran karyawan atau untuk menarik para karyawan terbaik. Perusahaan-perusahaan lain mungkin juga menetapkan kenaikan kompensasi secara otomatis bila indeks biaya hidup naik.
5.      Kendala-kendala pemerintah
Tekanan-tekanan eksternal dari pemerintah dengan segala peraturannya mempengaruhi penetapan kompensai perusahaan. Peraturan upah minimum, upah kerja lembur, dan pembatasan umur untuk tenaga kerja anak-anak merupakan beberapa contoh kendala kebijaksanaan kompensasi yang berasal dari pemerintah.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Kompensasi (compensation) merupakan apa yang diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka pada organisasi (perusahaan). Kompensasi meliputi imbalan finansial dan jasa nirwujud serta tunjangan yang diterima oleh para karyawan sebagai bagian dari hubungan kepegawaian.
Menurut Hasibuan, kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan.
Kompensasi mempunyai dampak positif, baik bagi organisasi yang mengorbankan sumber dananya maupun pihak pekerja yang mengorbankan daya upayanya.


Sabtu, 14 Desember 2019

Penilaian Prestasi Kerja

07.34 0 Comments

BAB I

PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Organisasi yang selalu berkembang merupakan dambaan semua orang. Baik pemerintah maupun swasta mengharapkan organisasinya tumbuh dan berkembang dengan baik, sebab dunia terus berkembang. Dengan perkembangan tersebut diharapkan organisasi mampu bersaing dan berakselerasi dengan kemajuan zaman. Kenyataan menunjukkan bahwa organisasi yang tidak mampu berakselerasi dengan kemajuan zaman akan tertinggal untuk kemudian tenggelam tertelan zaman.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan suatu organisasi adalah melalui hasil Penilaian Prestasi Kerja (PPK) yang ada pada organisasi tersebut. PPK dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Performance Appraisal. Dari PPK dapat dilihat kinerja kerja organisasi yang dicerminkan oleh kinerja kerja pegawainya.
Hasil PPK dapat menunjukkan apakah SDM (pegawai) pada organisasi terebut telah memenuhi sasaran/target sebagaimana yang dikehendaki oleh organisasi, baik secara kuantitas maupun kualitas, bagaimana perilaku pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya, apakah cara kerja tersebut sudah efektif dan efisien, bagaimana penggunaan waktu kerja dan sebagainya. Dengan informasi tersebut berarti hasil PPK merupakan refleksi dari berkembang atau tidaknya organisasi.
Pada organisasi yang cukup maju, hasil PPK digunakan sebagai bahan pertimbangan proses manajemen SDM seperti promosi, demosi, diklat, kompensasi, pemutusan hubungan kerja dan sebagainya. Dijadikannya PPK sebagai bahan perimbangan sedikit banyaknya memotivasi pegawsai untuk bekerja lebih giat lagi. Dengan demikian PPK merupakan salah satu faktor kunci tumbuh dan berkembangnya suatu organisasi.
Keinginan bangsa kita untuk menuju perbaikan kinerja kerja melalui PPK sudah ada. Hal tersebut ditunjukkan oleh penggunaan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) di seluruh organisasi pemerintah dan sebagian besar organisasi swasta. Namun sayangnya kebanyakan pengelola PPK (departemen SDM/personalia) masih belum siap.
Fenomena yang kemudian muncul ke permukaan adalah PPK masih belum dianggap penting. Anggapan tersebut ditunjang oleh sistem penilaian PPK yang masih bersifat sembarangan sebagai akibat dari hasil PPK yang belum dijadikan bahan pertimbangan proses manajemen SDM selanjutnya, seperti perencanaan karier, diklat, kompensasi, PHK, dan sebagainya.
Di samping itu, PPK yang ada juga banyak memiliki kelemahan seperti : besarnya porsi poin yang bersifat subyektif, penilaian yang dilakukan satu tahun sekali pada periode yang sama dapat mengakibatkan bias, banyak organisasi yang belum memiliki uraian kerja yang mantap yang mengakibatkan kesulitan di dalam membuat PPK, dan sebagainya.

B.                 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1.    Apa yang dimaksud dengan Penilaian Prestasi Kerja?
2.    Apa tujuan dari Penilaian Prestasi Kerja?
3.    Apa tanggung jawab dari Penilaian?
4.    Apa saja obyek dan jenis Penilaian?
5.    Apa saja unsur-unsur dalam pelaksanaan dalam Penilaian Prestasi Kerja?
6.    Apa saja masalah dalam Penilaian?
7.    Apa saja tip-tip dalam melaksanakan Penilaian Prestasi Kerja?


BAB II

PEMBAHASAN

I.                        Pengertian Penilaian Prestasi Kerja

Penilaian Prestasi Kerja (PPK) adalah “suatu cara dalam melakukan evaluasi terhadap prestasi kerja para pegawai dengan serangkaian tolok ukur tertentu yang obyektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara berkala”.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh French (1986), PPK pada dasarnya merupakan kajian sistematik tentang kondisi kerja pegawai yang dilakukan secara formal. Menurut French, kajian kondisi kerja ini haruslah dikaitkan dengan standar kerja yang dibangun, baik itu standar proses kerja maupun standar hasil kerja. Tidak kalah pentingnya, organisasi harus mengkomunikasikan penilaian tersebut kepada pegawai yang bersangkutan.
Dengan demikian sasaran yang menjadi obyek penilaian adalah kecapakan/kemampuan pegawai melaksanakan suatu tugas/pekerjaan yang diberikan, penampilan atau perilaku dalam melaksanakan tugas, sikap dalam menjalankan tugas, cara yang digunakan dalam melaksanakan tugas, ketegaran jasmani dan rohani di dalam menjalankan tugas, dan sebagainya.
Penilaian atau investasi kerja juga sering dilakukan secara informal oleh supervisor atau atasan terhadap bawahannya. Bedanya, penilaian yang informal tersebut adalah spontanitas dari supervisor atau atasan dan tidak dirancang secara khusus sebagimana halnya PPK. Selain itu penilaian atau evaluasi kerja secara informal cenderung lebih ke arah memperbaiki pekerjaan keseharian dari pada penilaian terhadap kemampuan atau perilaku kerja pegawai. Sedangkan PPK adalah kajian kondisi pegawai dengan rancangan dan metode khusus. 

II.                        Tujuan Penilaian Prestasi Kerja

PPK dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Beberapa Tujuan Umum penggunaan PPK dalan organisasi industri maupun non industri adalah :
·         Peningkatan imbalan (dengan system merit),
·         Feed back/umpan balik bagi pegawai yang bersangkutan,
·         Promosi,
·         PHK atau pemberhentian sementara,
·         Melihat potensi kinerja pegawai,
·         Rencana suksesi,
·         Transfer/pemindahan pegawai
·         Perencanaan pengadaan tenaga kerja
·         Pemberian bonus
·         Perencanaan karier
·         Evaluasi dan pengembangan Diklat
·         Komunikasi intenal
·         Kriteria untuk validasi prosedur suksesi
·         Kontrol pengeluaran.
Secara garis besar terdapat dua Tujuan Utama PPK, yaitu :
Evaluasi terhadap tujuan (goal) organisasi, mencakup :
·         Feedback pada pekerjaan untuk mengetahui di mana posisi mereka.
·         Pengembangan data yang valid untuk pembayaran upah/bonus dan keputusan promosi serta menyediakan media komunikasi untuk keputusan tersebut.
·         Membantu manajemen membuat keputusan pemberhentian sementara atau PHK dengan memberikan “peringatan” kepada pekerja tentang kinerja kerja mereka yang tidak memuaskan. (Michael Beer dalam French, 1986).
Pengembangan tujuan (goal) organisasi, mencakup :
·         Pelatihan dan bimbingan pekerjaan dalam rangka memperbaiki kinerja dan pengembangan potensi di masa yang akan datang.
·         Mengembangkan komitmen organisasi melalui diskusi kesempatan karier dan perencanaan karier.
·         Memotivasi pekerja
·         Memperkuat hubungan atasan dengan bawahan.
·         Mendiagnosis problem individu dan organisasi.

III.                        Tanggung Jawab Penilaian

Menurut Mondy & Noe(2005) dalam kebanyakan organisasi, departemen sumber daya manusia bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan desain dan pelaksanaan program penilaian kinerja. Orang yang mungkin ditunjuk adalah:
1)      Atasan langsung.
Atasan langsung bertanggung-jawab untuk menilai kinerja karena dialah yang setiap saat dapat mengamati para karyawan.
2)      Bawahan
Bawahan berada dalam posisi yang tepat untuk menilai efektivitas manajerial. Pendukung pendekatan ini percaya bahwa atasan sangat menyadari kebutuhan kelompok kerja dan dapat membuat pekerjaan lebih baik. Sebaliknya, kritikus khawatir bahwa bawahan takut akan pembalasan.
3)      Peers
Kekuatan utama untuk menilai kinerja adalah rekan kerja, yang memiliki kinerja dan pandangan yang khas, terutama dalam tugas-tugas tim.
4)      Evaluasi diri
Jika karyawan memahami tujuan dan kriteria untuk evaluasi, mereka memiliki posisi yang baik untuk menilai kinerja mereka sendiri.
5)      Pelanggan
Organisasi menggunakan pendekatan ini karena hal ini menunjukkan komitmen terhadap pelanggan, karena karyawan adalah pemegang tanggung-jawab.

 IV.            Obyek Dan Jenis Penilaian

Obyek Penilaian :
1)      Hasil kerja individu
Jika mengutamakan hasil akhir, maka pihak manajemen melakukan penilaian prestasi kerja dengan obyek hasil kerja individu. Biasanya berlaku pada bagian produksi dengan indikator penilaian output yang dihasilkan, sisa dan biaya per-unit yang dikeluarkan.
2)      Perilaku
Untuk tugas yang bersifat instrinsik, misalnya sekretaris atau manajer, maka penilaian prestasi kerja ditekankan pada penilaian terhadap perilaku, seperti ketepatan waktu memberikan laporan, kesesuaian gaya kepemimpinan, efisiensi dan efektivitas pengambilan keputusan, tingkat absensi.
3)      Sifat
Merupakan obyek penilaian yang dianggap paling lemah dari kriteria penilaian prestasi kerja, karena sulit diukur atau tidak dapat dihubungkan dengan hasil tugas yang positif, seperti sikap yang baik, rasa percaya diri, dapat diandalkan, mampu bekerja sama.
Jenis Penilaian :
1)      Penilaian hanya oleh atasan
yaitu cepat dan langsung dan dapat mengarah ke distorsi karena pertimbangan-pertimbangan pribadi.
2)      Penilaian oleh kelompok ini
atasan bersama –sama membahas kinerja dari bawahannya yang dinilai yaitu obyektifitas lebih lebih akurat dibandingkan kalau hanya oleh atasannya sendiri dan Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian.
3)      Penilaian oleh kelompok staf
atasan meminta satu atau lebih individu untuk bermusyawarah dengannya; atasan langsung yang membuat keputusan akhir.
4)      Penilaian melalui keputusan  komite
sama seperti pada pola sebelumnya kecuali bahwa manajer yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil keputusan akhir; hasil didasarkan pada pilihan mayoritas.
5)      Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan
sama sepeti kelompok staf , namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen SDM yang bertindak sebagai peninjau independen.
6)      Penilaian yang dilakukan oleh bawahan dan sejawat.


    V.            Unsur-Unsur Dalam Pelaksanaan Dalam Penilaian Prestasi Kerja

Menurut (Hasibun, 2002: 59) unsur-unsur penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
1)      Prestasi Penilaian
hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat di hasilkan karyawan.
2)      Kedisiplinan
Penilaian disiplin dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan melakukan pekerjaan sesuai dengan intruksi yang diberikan kepadanya.
3)      Kreativitas
Penilaian kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreatifitas untuk menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna.
4)      Bekerja sama
Penilaian kesediaan karyawan berpartipasi dan bekerja sama dengan karyawan lain secara vertikal atau horizontal didalam maupun diluar sehingga hasil pekerjaannya lebih baik.
5)      Kecakapan
Penilaian dalam menyatukan dan melaraskan bermacam-macam elemen yang terlibat dalam menyusun kebijaksanaan dan dalam situasi manajemen.
6)      Tanggung jawab
Penilaian kesediaan karyawan dalam memper tanggung jawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang digunakan, serta perilaku pekerjaannya.

 VI.            Masalah Dalam Penilaian

Menurut Mondy & Noe(2005) masalah yang berkaitan dengan penilaian kinerja adalah:
1)      Kurangnya objektivitas
Salah satu kelemahan metode penilain kinerja tradisional adalah kurangnya objektivitas. Dalam metode rating scale, misalnya, faktor-faktor yang lazim digunakan seperti sikap, loyalitas dan kepribadian adalah faktor-faktor yang sulit diukur. Penggunaan faktor-faktor yang terkait dengan pekerjaan (job related factors) dapat meningkatkan objektivitas.
2)      Bias “Hallo error”
Bias “Hallo error” terjadi bila penilai mempersepsikan satu faktor sebagai kriteria yang paling penting dan memberikan penilaian umum baik atau buruk berdasarkan faktor tunggal ini.
3)      Terlalu “longggar” / terlalu “ketat”
Penilai terlalu “longggar” (leniency) kecenderungan memberi nilai tinggi kepada yang tidak berhak, penilai memberi nilai lebih tinggi dari seharusnya. Penilai terlalu “ketat” (strictness) terlalu kritis atas kinerja seorang pekerja (terlalu “ketat” dalam memberikan nilai). Penilaian yang terlalu ketat biasanya terjadi bila manajer tidak mempunyai definisi atau batasan yang akurat tentang berbagai faktor penilaian.
4)      Kecenderungan memberikan nilai tengah
Kecenderungan memberi nilai tengah (Central tendency), terjadi bila pekerja di beri nilai rata-rata secara tidak tepat atau di tengah-tengah skala penilaian, Biasanya, penilai memberi nilai tengah karena ingin menghindari kontroversi atau kritik.
5)      Bias perilaku terbaru
Bias perilaku terbaru (recent behavior bias) , perilaku atau kinerja yang paling akhir akan lebih mudah diingat daripada perilaku yang telah lama. Penilai cenderung lebih banyak menilai kinerja yang tampak menjelang atau pada saat proses penilaian dilakukan. Seharusnya penilaian kinerja mencakup periode waktu tertentu.
6)      Bias pribadi(stereotype)
Penyelia yang melakukan penilaian bisa saja memiliki bias yang berkaitan dengan karakteristik pribadi pekerja seperti suku, agama, gender atau usia. Meskipun ada peraturan atau undang-undang yang melindugi pekerja, diskriminasi tetap menjadi masalah dalam penilain kinerja.

VII.            Tips Dalam Melaksanakan Penilaian Prestasi Kerja

1)      System penilaian prestasi sesuai dengan kebutuhan organisasi
2)      Factor factor yang dinilai objektif dan konkrit
3)      Penilaiannya bebas dari bias
4)      Prosedur dan administrasinya seragam
5)      Sistemnya mudah digunakan
6)      Hasil penilaian digunakan dalam pengambilan keputusan
7)      Sistemnya memungkinkan dilakukannya proses peninjauan ulang
8)      Yang menggunakan dapat menggunakannya sebagai input
9)      Dapat dilaksanakan dengan ekonomis
10)  Hasil penilaiannya didokumentasikan
11)  Penilai terlatih dan berkualitas
12)  Sistemnya mencakup monitoring dan evaluasi
13)  Manajer puncak dengan jelas memberikan dukungannya terhadap system

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Penilaian Prestasi Kerja (PPK) adalah “suatu cara dalam melakukan evaluasi terhadap prestasi kerja para pegawai dengan serangkaian tolok ukur tertentu yang obyektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara berkala”.
Sasaran yang menjadi obyek penilaian adalah kecapakan/kemampuan pegawai melaksanakan suatu tugas/pekerjaan yang diberikan, penampilan atau perilaku dalam melaksanakan tugas, sikap dalam menjalankan tugas, cara yang digunakan dalam melaksanakan tugas, ketegaran jasmani dan rohani di dalam menjalankan tugas, dan sebagainya.
Penilaian atau investasi kerja juga sering dilakukan secara informal oleh supervisor atau atasan terhadap bawahannya. Bedanya, penilaian yang informal tersebut adalah spontanitas dari supervisor atau atasan dan tidak dirancang secara khusus sebagimana halnya PPK. Selain itu penilaian atau evaluasi kerja secara informal cenderung lebih ke arah memperbaiki pekerjaan keseharian dari pada penilaian terhadap kemampuan atau perilaku kerja pegawai. Sedangkan PPK adalah kajian kondisi pegawai dengan rancangan dan metode khusus. 



DAFTAR PUSTAKA